Senin, 04 Februari 2013

Dialog antara kaisar Heraklius dengan Abu Sufyan


“Dan kami tidak mengutus seorang rosul pun sebelummu (Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya : ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku. Maka sembahlah Aku olehmu sekalian.”    (Al-Anbiya : 25)


Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan sanadnya dari Ubaidillah bin Utbah bin Mas’ud bahwa Abdullah bin Abbas telah memberitahukan kepadanya bahwa Heraklius telah memanggilnya pada waktu ia sedang memimpin khalifah dagang Quraisy di Syam, bertepatan dengan perjanjian Hudaibiyah yang baru saja diadakan antara Rasulullah SAW denga kaum musyrikin Quraisy. Ketika itu Heraklius sedang berziarah ke Al Quds. Ia mengundang beberapa tokoh untuk menghadiri pertemuan yang diadakan tokoh-tokoh romawi disana dan dihadiri juga oleh seorang penerjemah. Inilah dialog tersebut:

Heraklius  : Siapa diantara tuan-tuan yang paling dekat kekeluargaannya dengan laki-laki yang mengaku   nabi itu?
Abu sufyan : Saya orang yang paling dekat kekeluargaannya.
Heraklius  : Dekatkan dia kepadaku. Biarkan rekan-rekannya berdiri di belakangnya. (Lalu Heraklius   berkata kepada penerjemahnya) Katakan kepadanya bahwa saya ingin bertanya tentang nabi itu, dan jangan sekali-kali ia berbohong.

Abu Sufyan      : Demi Allah, kalau  tidak karena  malu dicap sebagai pembohong, tentu saya akan berbohong.
Heraklius         : Bagaimana nasabnya diantara kalian?
Abu Sufyan      : Nasabnya tergolong bangsawan.
Heraklius         : Apa ada seorang yang mengaku seperti itu sebelumnya?
Abu Sufyan      : Tidak.
Heraklius         : Apakah ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja?
Abu Sufyan      : Tidak.
Heraklius         : Pengikutnya terdiri dari kaum bangsawan atau para mustadh’afin (kaum lemah) ?
Abu Sufyan      : Terdiri dari para mustadh’afin.
Heraklius         : Apakah mereka makin bertambah atau makin berkurang?
Abu Sufyan      : Makin bertambah.
Heraklius         : Apakah ada diantara mereka yang murtad karena membenci agamanya?
Abu Sufyan     : Tidak ada.
Heraklius        : Apakah kalian pernah mencurigainya berbohong sebelum ia mengaku sebagai nabi?
Abu Sufyan     : Tidak pernah.
Heraklius        : Apakah ia pernah melakukan kecurangan?
Abu Sufyan     : Tidak pernah.
Heraklius        : Apakah kalian memeranginya ?
Abu Sufyan     : Ya, benar.
Heraklius        : Bagaimana peperangan yang kalia  lakukan kepadanya?
Abu Sufyan    : Peperangan itu silih berganti, sekali dia yang menang dan lain kali kami yang menang.
Heraklius       : Apa yang dia perintahkan kepada kalian?
Abu Sufyan  : Dia memerintahkan kepada kami supaya menyembah Allah saja, dan tidak menyukutukan Allah dengan apapun, memerintahkan kami untuk meninggalkan tradisi yang diwarisi oleh nenek moyang kami, memerintahkan kami untuk mengerjakan shalat, berlaku dan berbicara jujur, memelihara kemuliaan diri dan bersilaturahmi.
Heraklius      : (Berkata melalui penerjemahnya untuk menyimpulkan dialog yang terjadi), “Saya bertanya tentang nasab orang yang mengakui nabi itu, lalu anda mengatakan bahwa dia keturunan bangsawan. Begitulah pada umumnya para rasul Allah dilahirkan dari kalangan bangsawan. Begitulah pada umumnya para rasul Allah dilahirkan dari kalangan bangsawan. Lalu saya tanyakan, apakah ada diantara kalian yang mengaku sebagai nabi sebelumnya? Anda menjawab, tidak. Kalau ada yang mengaku demikian, mungkin dia hanya ikut-ikutan dengan orang sebelumnya. Saya bertanya pula, apakah diantara nenek moyangnya menjabat menjadi raja? Anda mengatakan, tidak. Kalau ada diantara mereka yang menjadi raja, mungkin dia menutut haknya. Saya tanyakan pula, apakah kalian pernah mencuriagainya sebagai pembohong sebelum mengaku nabi? Anda mengatakan tidak, Memang tidak mungkin kalau dia tidak berbohong kepada manusia lalu berani berbohong kepada Allah. Saya tanyakan, apakah pengikutnya terdiri dari para bangsawan atau para kaum lemah? Anda mengatakan para pengikutnya terdiri dari orang-orang yang lemah. Memang, begitulah pengikut para rasul Allah. Saya tanyakan, apakah pengikutnya makin bertambah atau makin berkurang? Anda katakan makin bertambah. Memang begitulah cara kerja keimanan, hingga sempurna. Saya juga bertanya, apakah diantara pengikutnya yang murtad dan meninggalkan agamanya? Anda berkata, tidak. Begitulah cara kerja iman apabila sudah meresap ke dalam kalbu. Saya bertanya juga, apakah ia pernah berbuat curang? Anda menjawab, tidak. Begitulah para rosul Allah. Mereka tidak ada yang bersikap curang. Saya bertanya apa yang diperintahkannya kepada kalian? Anda mengatakan bahwa dia memerintahkan kalian supaya menyembah Allah dan tidak meyekutukannya dengan apa pun, melarang menyembah berhala, menyuruh kalian shalat, berbuat dan berkata jujur, serta memelihara kehormatan diri. Kalau apa yang kamu katakan itu benar, maka dia akan menguasai kedua kakiku berpijak. Aku tahu bahwa ia akan muncul, tetapi aku tidak menduga kalau dia dari golongan kalian. Kalau aku meyakini diriku bisa sampai kepadanya, tentu aku akan segera pergi menemuinya, dan kalau aku berada di sisinya, aku akan mencuci kakinya.
Abu Sufyan dan rekan-rekannya yang menghadiri pertemuan tersebut berkata, “Aku heran dengan hal-ikhwal ibnu abi kabsyah (ungkapan penghinaan mereka kepada Rasulullah saw.). Dia ditakuti oleh Raja Banil Ashfar (bangsa kulit kuning, yakni orang barat).”
Selanjutnya Abu Sufyan berkata, “ Aku senantiasa yakin bahwa dia (Muhammad saw.) akan Berjaya sehingga Allah berkenan memasukkan saya ke dalam islam. “
Dikutip dari buku : Super Mentoring Senior
Heraklius adalah seorang panglima romawi..
semoga bermanfaat.. 

Selasa, 29 Januari 2013

Fiqih : Menghafal dan murojaah Al-quran saat haid

   Terkait pertanyaan illa saat LU (lingkar ukhuwah) tentang hukumnya menghafal Al-quran ketika haid, kebetulan saya memiliki referensi buku fiqih yang insya Allah terpercaya, mungkin bisa menjawab pertanyaan illa..di bawah ini, saya ambil potongan penjabaran di buku tersebut.

    Tidak ada perselisihan di antara para fuqaha’ bahwa wanita yang sedang haid atau sedang nifas dibolehkan untuk membaca surah/ ayat Al-quran dengan hati tanpa menggerak-gerakkan lisan dan mengucapkannya, atau melihat langsung ke mushaf lalu membacanya dengan hati, atau sekedar mendengar bacaan orang lain.
Para fuqaha’ juga sepakat atas bolehnya wanita yang sedang haid atau sedang nifas untuk melafadzkan tasbih, tahlil, dan semua lafadz zikir lain yang bukan berasal dari Al-quran, yang dilakukan dengan suara jahr.
Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim disebutkan bahwasanya Rasulullah SAW suatu ketika bertelekan di pangkuan Aisyah kerika Aisyah sedang haid, lalu beliau membaca Al-quran.
Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh bukhari-muslim disebutkan bahwa ummu ‘Athiyyah pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“ Hendaklah para gadis (pada umumnya), para gadis pingitan, dan para wanita yang sedang haid juga turut keluar-yakni ke tempat shalat hari raya- agar mereka semuanya dapat menyaksikan kebajikan dan syiar kaum mukminin. Namun bagi wanita yang sedang haid agar tidak mendekati tempat shalat.”

Hanya saja di sana terdapat perbedaan pendapat di antara para fuqaha’ tentang membaca Al-quran secara jahr dengan ucapan lisan bagi wanita haid dan wanita nifas… dan menurut pendapat yang lebih rajih, hal tersebut adalah boleh yakni jika memang diperlukan dan mendesak keadaannya. Seperti halnya untuk kepentingan belajar-mengajar, atau takut lupa terhadap ayat/surat Al-quran yang sudah dihafalnya (jika lama tidak dibaca), dan karena alasan-alasan lainnya yang serupa. Dan kebolehan di sini adalah sifatnya terikat, yakni terikat dengan adanya keperluan atau darurat. Adapun jika di sana tidak ada keperluan atau darurat, maka hukumnya tidak boleh.


kesimpulan : menghafal dan murojaah Al-quran saat haid diperbolehkan (untuk kepentingan pembelajaran)
kosakata   : jahr = mengeraskan suara (volume suara)
                   rajih = kuat 
wallahu a'lam.. semoga bisa menjadi rujukan dan bermanfaat :)
Sumber : fiqih wanita empat madzhab

Minggu, 13 Januari 2013

Cuplikan Percakapan Akhir Cerita

Saya pernah meminjam buku yang berjudul Panggilan Rasul, buku tersebut berisi cerpen-cerpen Hamsad Rangkuti yang sarat akan makna.. ada satu kisah yang sangat saya sukai di buku itu yang berjudul :
"Ayahku Seorang guru mengaji"
inilah sepenggal cuplikan  percakapan akhir cerita

"Ternyata banyak jalan menuju surga," kata ayah.
"Yang penting sampai," kataku. Kulihat ayah senyum, Ayah memandang tepat kepadaku.
"Soal sampai bukan urusan kita, itu rahasia Allah."
"Tapi itu kan janji Allah."
"Itu benar, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita melaksanakan apa yang menyebabkan Allah menepati janji-Nya."

ada yang bisa mengambil hikmah dari cuplikan percakapan tersebut? 

Sebuah Nyanyian Perjalanan



Dikutip dari sebuah karya lama HTR dan Gola Gong

Nyanyian sebuah perjalanan”
Dalam setiap hati kita ada mata hati yang sederhana dan denyutnya tak dapat dibohongi
ialah segala penglihatan kita yang dengan talanjang dapat

membedakan yang benar dan yang salah,
mengetahui siapa yang sengsara dan menyengsarakan,
siapa yang dusta dan siapa yang jujur
siapa yang nista dan siapa yang mulia
sebab atas nama illahi,
tanpa harus menyaksikan sekalipun,
ia tahu semua

dalam tiap kita juga ada matahari
yang dengan tegar dan peduli menyinari dan menebarkan
kehangatan cinta pada semesta,
maka jangan biarkan ia tertutup
tirai-tirai kengkuhan, keserakahan
dan kepalsuan...

Jumat, 04 Januari 2013

Intermezzo :)



Anak kecil selalu memiliki rasa penasaran yang tinggi, mereka selalu antusias terhadap segala sesuatu dan selalu ingin tahu terhadap segala hal. Mereka membutuhkan jawaban dari seorang dewasa yang mereka anggap sudah mengerti banyak hal. Tak jarang kita menjadi tumpuan saat mereka bertanya. Resikonya adalah, kita harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan penuh kesabaran. Karena intensitas mereka bertanya tiada ampun dan tidak kenal lelah. Pertanyaan yang dilontarkan pun sangat beragam, dari hal-hal yang paling  sepele sampai hal-hal besar yang membutuhkan penjelasan yang rumit.
Keadaan ini adalah salah satu proses pembelajaran yang positif dimana adanya rasa ingin tahu yang besar adalah suatu bukti bahwa mereka memiliki semangat belajar yang tinggi. Kesempatan tersebut seharusnya kita arahkan kepada hal-hal yang baik agar terjadi pembentukan karakter yang baik pula. Sudah sepantasnya kita menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan baik, karena kalau-kalau salah dan sekenanya, mereka bisa salah pula mempersepsikannya. Dan terkadang menelannya secara bulat-bulat tanpa mengenal hal itu benar atau salah. Karena kemampuan anak kecil belum bisa membedakan yang benar dan yang salah, mereka membutuhkan semacam mentor yang mengarahkan mereka untuk mengatasi rasa ingin tahunya tersebut. Ini adalah tugas kita pula sebagai role mode untuk banyak mencari tahu  dan menambah wawasan tentang apa-apa saja yang mereka pertanyakan. Sehingga jawaban kita bisa menjadi acuan saat mereka hendak bertindak.
Hari ini tanggal 31 Desember 2012, adalah hari yang tidak terlupakan, karena saya merasa kerdil oleh pertanyaan adik saya yang sangat analitis. Saat saya hendak mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat Isya, adik saya yang paling kecil (sebenarnya beranjak remaja : kelas 6 SD) melompat-lompat riang menghampiri saya dan bertanya secara spontan
“teh iiia, kalau disurga nanti orang-orang pakai kerudung gak?”
Glek. 
Ini adalah pertanyaan yang paling sulit untuk dijawab sampai saya kehabisan kata-kata dan memilih untuk diam. Ya, saya speechless.. mematung selama beberapa menit sampai terdengar suara dari belakang menjawab
“pakai ciput ninja..!! hehehe… “ adik saya yang satunya lagi terkekeh geli.
Saya pun tidak kuat menahan tawa, sambil terus berpikir untuk menjawab, namun akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk mencari tahu dikemudian waktu hehe..
Suatu hal yang tidak terduga yang dilontarkan oleh anak kecil. Rasa ingin tahunya sampai sebegitu tingginya untuk mengetahui hal sedetil itu. Tapi menurut saya, pertanyaan tersebut benar-benar pertanyaan yang bermakna, sehingga saya  terinspirasi untuk mengkaji  tentang  Surga-Nya Allah SWT, sesuatu yang selama ini mungkin terabaikan..  padahal mungkin saja  dengan mengenal surga-Nya Allah SWT kita bisa lebih termotivasi untuk menggapainya..
Haah terimakasih guru kecilku.. J

Mengisi waktu luang dimalam tahun baru_ 31 Desember 2012.



Pesan Mati

“Pesan mati, jangan takut mati, meski kau sembunyi dia menghampiri…
 takutlah pada kehidupan setelah kau mati renungkanlah itu..” (Bimbo)

Potongan lirik lagu Bimbo tersebut mengajak kita untuk mengingat suatu hal, yakni akhir dari kehidupan ini. Dalam lirik lagu tersebut tersirat pesan berharga tentang kematian. Suatu hal yang pasti akan terjadi pada setiap insan, kematian merupakan rahasia terbesar Sang Illahi yang kedatangannya tidak dapat kita hindari. Kita tidak akan pernah tahu kapan maut akan menjemput, sedang apakah kita saat maut sedang menjemput, dimanakah kita saat maut sedang menjemput lalu dalam keadaan apakah kita saat maut sedang menjemput.. 

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. QS. al-Anbiya (21) : 35

Kematian.. menyimpan sejuta misteri tentang keagungan Sang Maha Khalik dan menjadi suatu bukti kebesaran-Nya bahwa Dia Maha mampu berkehendak akan segala sesuatu. Namun disini, hal yang harus kita garis bawahi bukanlah soal kematian tapi perjalanan kita nanti setelah menghadapi kematian.. apakah yang sudah kita siapkan untuk menghadapi kematian? Bekal apakah yang kita miliki untuk kehidupan nanti di alam akhirat?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus selalu tersemat di dalam diri kita, agar diri selalu dalam kesadaran yang tinggi untuk secara kontinu melakukan evaluasi dan perbaikan..

Wallahu’alam.
Semoga bermanfaat.. 

Minggu, 30 Desember 2012

PO- on notes


Pendekatan-pendekatan Dasar Kepemimpinan


Setelah mempelajari bab ini anda diharapkan mampu:
1.      Membedakan kepemimpinan dengan manajemen
2.      Meringkas kesimpulan mengenai teori sifat
3.      Mengidentifikasi batasan batasan teori perilaku
4.      Mendeskripsikan model kemungkinan Fiedler
5.      Menjelaskan teori situasional Hersey dan Blanchard
6.      Meringkas teori pertukaran pemimpin-anggota
7.      Mendeskripsikan teori jalan-tujuan
8.      Mengidentifikasi variable-variable situasional dalam model pemimpin-partisipasi

Apa itu kepemimpinan?
Kepemimpinan atau dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah leadership adalah suatu kemampuan personal (individu) untuk mempengaruhi sebuah kelompok agar mencapai suatu visi atau serangkaian tujuan tertentu.  Sumber pengaruh ini bisa bersifat formal, seperti yang diberikan oleh pemangku jabatan manajerial dalam sebuah organisasi. Karena posisi manajemen tingkat otoritas yang diakui secara formal, seseorang bisa memperoleh peran pemimpin hanya karena posisinya dalam organisasi tersebut, namun, tidak semua pemimpin adalah manajer dan tidak semua manajer adalah pemipin. Hanya karena suatu organisasi memberikan hak-hak formal tertentu kepada manajernya, bukan jaminan bahwa mereka mampu memimpin secara efektif.
Sebelum kita membahas tentang kepemimpinan, mari kita bahas tentang perbadaan antara kepemimpinan dan manajemen.
Menurut John Kottler dari Harvard Bussiness School  bahwa manajemen adalah suatu upaya terkait dengan usaha untuk menangani kompleksitas.Manajemen yang baik menghasilkan keteraturan dan konsistensi dengan cara mempersiapkan rencana formal, merancang struktur organisasi yang kuat, dan memonitor hasil berdasarkan rencana.
Sedangkan kepemipinan berkaitan dengan perubahan. Seorang pemimpin menentukan arah dengan cara mengembangkan suatu visi masa depan; kemudian, mereka menyatukan orang-orang dengan mengkomunikasikan visi itu dan menginspirasi mereka untuk mengatasi berbagai rintangan.
Menurut Robert House dari Wharton School di University of Pennsylvania mengatakan bahwa para manajer (pemimpin) menggunakan otoritas yang inheren dengan jabatan formal mereka untuk mendapatkan keinginan mereka dari anggota organisasi. Sedangkan manajemen terbentuk dari implementasi visi dan strategi yang ditentukan oleh pemimpin, koordinasi dan susunan kepegawaian organisasi, dan penanganan berbagai permasalahan sehari-hari.
Suatu organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat agar efektivitasnya optimal . di dunia yang serba dinamis seperti sekarang ini kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang berani menentang status quo, menciptakan visi masa depan, dan mengilhami anggota-anggota organisasi untuk secara sukarela mencapai visi tersebut. kita juga membutuhkan para manajer untuk merumuskan rencana yang mendetail, menciptakan struktur organisasi yang efisien, dan mengawasi operasi sehari-hari.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kepemimpinan
1.      Teori sifat (traits theories of ledership)
Teori sifat kepemimpinan adalah teori –teori yang mempertimbangkan berbagai sifat dan karakteristik pribadi yang membedakan para pemimpin dan mereka yang bukan pemimpin.
Secara sederhana kita dapat menjelaskan teori sifat ini bahwasanya kepemimpinan itu tidak diciptakan, namun dilahirkan. Seorang pemimpin yang membedakan dirinya dengan orang lain, terbentuk secara cuma-cuma karena kelahirannya membawa sifat-sifat dasar  dan karakteristik seorang pemimpin.
Seorang pemimpin memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, diakui dan memberi pengaruh. Dengan kata lain, kepempinan itu tidak diciptakan namun tercipta.
Contohnya adalah, Napoleon Bonaparte, Budhha, Margaret teacher , Curchill dan Ronald Reagan.
Banyak pertentangan ketika teori ini dimunculkan, sehingga pada tahun 1960 teori sifat ini dikaitkan dengan teori 5 sifat (five threats theory) yang di identifikasi sebagai cikal bakal kepemimpinan. Sekedar menginatkan kembali teori 5 sifat ada di buku pertama bab 4, bisa dibuka kembali…

2.      Teori –teori perilaku (behavioral theories of leadership)
Teori perilaku kepemimpinan adalah teori-teori yang mengemukakan bahwa beberapa perilaku tertentu membedakan pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin.
Secara sederhana kita dapat menjelaskan teori perilaku ini bahwasanya kempemimpinan itu tidak tercipta, namun bisa diciptakan.
Teori ini mematahkan teori sifat yang sebelumnya, bahwa seorang pemimpin itu tercipta bukan diciptakan. Penelitian sifat menyediakan suatu landasan agar kita memilih orang yang tepat yang memiliki sifat-sifat dan karakteristik seorang pemimpin.  Namun dalam teori perilaku, kita dapat mengidentifikasi apa-apa saja perilaku yang dibutuhkan seorang pemimpin agar dapat memimpin secara efektif dan merancang berbagai program untuk menanamkan pola perilaku ini kedalam diri mereka yang ingin menjadi pemimpin yang efektif.  Jadi semua orang memiliki peluang untuk  menjadi seorang pemimpin dengan mempelajari perilaku apa saja yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin.
Disini ada beberapa kajian mengenai teori-teori perilaku yang memiliki tujuan untuk menemukan karakteristik-karakteristik perilaku pemimpin yang dianggap berhubungan dengan ukuran efektivitas kinerja.
1.      Kajian dari Ohio State University
Teori perilaku kepemimpinan yang paling komprehensif dan replikatif muncul dari penelitian yang dirintis di Ohio State University pada akhir tahun 1940-an. Para peneliti disana berusaha mengidentifikasi dimensi-dimensi independen dari perilaku pemimpin. Ada dua dimensi penting yaitu struktur awal dan tenggang rasa.
-          Struktur awal (initiating structure)
Struktur awal adalah tingkat sampai mana seorang pemimpin akan menetapkan dan menyusun perannya dan peran para bawahannya dalam mencapai sebuah tujuan. Menekankan pada etos kerja yang tinggi.
-          Tenggang rasa (consideration)
Tenggang rasa adalah tingkat sampai mana seorang pemimpin akan memiliki hubungan professional yang ditandai oleh kesalingpercayaan, rasa hormat terhadap ide-ide anak buah, dan rasa hormat terhadap ide-ide mereka. Pemimpin semacam ini sangat memperhatikan kesenangan, kesejahteraan, status, dan kepuasan anak buahnya.
Anak buah dari pemimpin yang bertenggang rasa yang tinggi merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka dan lebih termotivasi serta memiliki rasa hormat yang lebih besar bagi pemimpin mereka itu
Struktur awal sebaliknya, lebih berkaitan dengan tingkat produktivitas kelompok dan organisasi yang lebih tinggi dan evaluasi kinerja yang lebih positif.

2.      Kajian dari University of Michigan

Kelompok Michigan juga menghasilkan dua dimensi perilaku kepemimpinan yaitu
-          Pemimpin yang berorientasi karyawan (employee oriented)
Para pemimpin yang berorientasi pada keryawan dideskripsikan sebagai pemimpin-pemimpin yang menekankan hubungan antarpersonal; mementingkan kebutuhan para karyawan dan menerima perbedaan individual diantara para anggota.
-          Pemimpin yang berorientasi produksi (production oriented)
Para pemimpin yang berorientasi pada produksi cenderung menekankan aspek-aspek teknis atau tugas dari pekerjaan-perhatian utama mereka adalah penyelesaian tugas-tugas kelompok, dan anggota kelompok adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Penelitian ini menyimpulkan dan menganjurkan kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan. Kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan lebih meningkatkan produktifitas karyawan dan kepuasan kerja yang lebih baik.

3.      Teori kemungkinan

Ada kalanya teori sifat dan teori perilaku tidak sepenuhnya berfungsi dan berpengaruh terhadap efektifitas kinerja para karyawan. Teori kemungkinan menjelaskan tentang berbagai macam kepemimpinan yang berhubungan dengan situasi tertentu.. Ada lima pendekatan dalam teori kepemimpinan ini.

1.      Model fiedler
Model kepemimpinan pertama yang komprehensif dikembangkan oleh Fred Fiedler. Model kemungkinan Fiedler (Fiedler Contingency Model) menyatakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan dan sejauh mana situasi tersebut memberikan kendali kepada pemimpin tersebut.
Tahap-tahap menggunakan model Fiedler
-          Mengidentifikasi gaya kepemimpinan.
Tahap pertama untuk kepemimpinan yang berhasil adalah dengan mencari gaya dasar kepemimpinan seorang individu. Jadi, ia mulai mencari tahu apa gaya dasar tersebut. fiedler lalu menyusun sebuah kuisioner rekan kerja yang paling tidak disukai (least preferred coworker-LPC-questionaire) dari kuisioner ini akan member kita informasi apakah seseorang berorientasi kepada tugas atau hubungan. Kuisioner LPC merupakan kumpulan 16 kata
16 kata sifat yang saling berlawanan. seperti (menyenangkan-tidak menyenangkan, efisien-tidak efisien). fiedler meminta respondennya untuk mengingat semua rekan kerja mereka dan mendeskripsikan satu orang diantara diantara mereka yang paling tidak mereka sukai untuk mereka aja kerja sama dengan cara member nilai pada orang tersebut dengan skala 1 sampai 8 untuk tiap-tiap 16 kumpulan kata sifat yang saling berlawanan di atas. Fiedler yakin bahwa berdasarkan jawaban-jawaban para koresponden dalam kuisioner LPC ini, ia bisa menenukan gaya dasar kepemimpinan mereka. jika nilai LPC tinggi maka responden tersebut ingin menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerjanya tersebut dan disebut sebagai orang yang berorientasi hubungan. jika nilai LPC rendah maka di interpretasikan bahwa responden  tersebut pada dasarnya tertarik pada produktifitas dan disebut sebagai orang yang berorientasi tugas.
Fiedler mengasumsikan gaya kepemimpinan seseorang bersifat tetap atau tidak akan berubah. Asumsi ini secara khusus penting karena itu artinya bahwa bila suatu situasi membutuhkan seorang yang berorientasi tugas sedangkan yang memimpin saat itu adalah seorang yang berorientasi hubungan, situasi tersebut harus diubah atau pemimpin tersebut harus diganti bila efektifitas yang optimal ingin dicapai.
-          Memahami situasinya

Langkah selanjutnya adalah dengan mamahami situasinya, setelah gaya kepemimpinan dasar seseorang sudah diketahui melalui LPC, yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mencocokkan pemimpin dengan situasi. Fiedler mengidentifikasikan tiga dimensi kemungkinan yang, menurutnya, menentukan factor-faktor situasional kunci yang menentukan efektifitas kepemimpinan.
 Ketiga factor tersebut adalah :
o   Hubungan pemimpin-anggota: tingkat kepatuhan, kepercayaan, dan rasa hormat para anggota terhadap pemimpin mereka
o   Struktur tugas : tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan diproseduralkan (yaitu terstruktur atau tidak terstruktur)
o   Kekuatan posisi : tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin atas variable-variabel kuasa seperti perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi, dan kenaikan gaji.

Langkah berikutnya dalam model fiedler adalah mengevaluasi situasi menurut tiga variable kemungkinan ini. Apakah hubungan pemimpin anggota baik atau buruk, apakah struktur tugas tinggi atau rendah, apakah kekuatan posisi kuat atau lemah. Karena tiga variable ini sangat bersinergis satu sama lain. Secara keseluruhan, dengan memadukan ketiga dimensi kemungkinan ini, akan muncul delapan situasi atau kategori yang berbeda di mana para pemimpin bisa menemukan diri mereka.

-          Mencocokkan pemimpin dan situasi
Dengan mengetahui LPC seseorang dan nilai dari tiga dimensi kemungkinan yang disebutkan sebelumnya, model Fiedler bermaksud mencocokkan keduanya untuk mencapai efektifitas kepemimpinan yang maksimal. Ingatlah bahwa fiedler menganggap gaya kepemimpinan seseorang sebagai sesuatu yang tetap. Karena itu, hanya ada dua cara untuk meningkatkan efektivitas pemimpin.
Pertama, dengan mengganti pemimpin agar sesuai dengan situasi yang ada atau kedua adalah dengan mengubah situasi agar sesuai dengan sang pemimpin.

-          Evaluasi
Kembali lagi ke konsep dasar dari perilaku organisasi bahwasanya manusia itu sangatkah kompleks, maka dengan teori dan ujicoba fiedler tersebut belum bisa mendekati valid. Artinya, tidak selalu penilaian responden stabil. Kadang pada prakteknya teori ini kadang tidak sesuai.

-          Teori sumber daya kognitif
Fiedler dan kawannya melakukan konseptualisasi ulang yang mereka sebut dengan teori sumber daya koginitif. Teori sumber daya kognitif adalah teori kepemimpinan yang menyatakan bahwa stress secara negatif mempengaruhi suatu situasi serta kecerdasan dan pengalaman bisa mengurangi pengaruh stress yang dirasakan pemimpin. Secara khusus , mereka berfokus pada peran stress sebagai salah satu bentuk situasional yang kurang menguntungkan serta bagaimana kecerdasan dan pengalaman seorang pemimpin mempengaruhi reaksinya terhadap stress.
Inti dari teori ini adalah stress merupakan musuh rasionalitas. Sulit bagi pemimpin (atau bagi siapapun) untuk berpikir secara logis dan analitis ketika mereka sedang stress. Selain itu, peran kecerdasan dan pengalaman seorang pemimpin dalam kaitannya dengan efektifitas bberbeda dalam situasi stress tingkat randah dan tinggi. Fiedler dan gracia menemukan bahwa kemampuan intelektual seorang pemimpin berhubungan secara positif dalam situasi stress tingkat rendah dan secara negatif dalam situasi stress tingkat tinggi. Sebaliknya , pengalaman seorang pemimpin berhubungan secara negatif dalam situasi stress tingkat randah dan secara positif dalam situasi stress tingkat tinggi. Jadi, menurut mereka tingkat stress yang terkandung dalam  suatu situasi menentukan apakah  kecerdasan atau pengalaman individu yang akan memberikan kontribusi bagi kinerja kepemimpinan.
2.      Teori situasional Hersey dan Blanchard
 SLT (Situasional leadership Theory) adalah teori kemungkinan yang berfokus pada kesiapan para pengikut. Kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan cara memilih gaya kepemimpinan yang benar, dan menurut Hersey dan Blanchard bergantung pada tingkat kesiapan para pengikut. SLT berasumsi bahwa bila seorang pengikut tidak mampu dan tidak bersedia, pemimpin harus memberikan pengarahan secara jelas dan spesifik; bila pengikut tidak mampu, namun bersedia, pemimpin menampilkan orientasi tugas yang tinggi untuk mengimbangi kurangnya kemampuan para pengikut serta orientasi hubungan yang juga tinggi untuk membuat para pengikut “menuruti” keinginan pemimpin; apabila para pengikut mampu namun tidak bersedia, pemimpin harus menggunakan gaya yang suportif dan partisipatif; sementara bila karyawan mampu dan bersedia, pemimpin tidak perlu berbuat banyak.
3.      Teori pertukaran pemimpin-anggota
LMX (Leader Member Exchange) teori pertukaran pemimpin-anggota adalah penciptaan kelompok kelompok kesayangan dan kelompok bukan kesayangan oleh para pemimpin; bawahan-bawahan dengan status kelompok kesayangan memperoleh penilaian kinerja yang lebih tinggi, pergantian yang lebih rendah, dan kepuasan kerja yang lebih baik.
 Penilaian yang menjadi dasar pemilihan pemimpin atas kelompok kesayangan adalah berdasarkan karekteristik kepribadian dan sikap yang mirip dengan pemimpin tersebut atau tingkat kompetensi yang lebih tinggi daripada anggota-anggota bukan kesayangan.
4.      Teori jalan-tujuan
Path-goal theory atau teori jalan-tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu para pengikut dalam mencapai tujuan-tujuan mereka dan untuk memberi pengarahan  yang dibutuhkan dan/ atau dukungan untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan mereka selaras dengan tujuan umum kelompok atau organisasi.
Perilaku pemimpin – house mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan
§  Pemimpin yang direktif : memberi tahu para pengikut mengenai apa yang diharapkan dari mereka, menentukan pekerjaan yang harus mereka selesaikan, dan memberikan bimbingan khusus terkait dengan cara menyelesaikan berbagai tugas tersebut
§  Pemimpin yang suportif: adalah pemimpin yang ramah dan memperhatikan kebutuhan para pengikut
§  Pemimpin yang partisipatif : berunding dengan para pengikut dan menggunakan saran-saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan
§  Pemimpin yang berorientasi pencapaian : menetapkan tujuan-tujuan yang besar dan mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja dengan sangat baik. Berlawanan dengan Friedler, House berasumsi bahwa pemimpin itu fleksibel dan bahwa pemimpin yang sama bisa menampilkan satu atau seluruh perilaku ini bergantung pada situasi yang ada.


5.      Model pemimpin-partisipasi
Victor vroom dan Philip yetton mengembangkan sebuah model pemimpin-partisipasi (leader-participation model) yang mengaitkan perilaku kepemimpinan dan partisipasi dalam pembuatan keputusan. Sebuah teori kepemimpinan yang menyediakan serangkaian peraturan untuk menentukan bentuk dan jumlah pembuatan keputusan partisipatif dalam berbagai situasi yang berbeda.


Dikuti dari buku : Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Stephen P. Robbins- Timothy A. Judge