Minggu, 17 Maret 2013

Sepuluh Muwashaffat

Sepuluh muwashaffat  adalah sepuluh sifat dasar yang harus dimiliki seorang muslim jika ingin menjalankan islam secara kaffah.

1.      Salimul Aqidah, yaitu akidah yang bersih dari sesuatu hal yang mendekatkan dan menjerumuskan dirinya kedalam lubang syirik.  Aqidah adalah Basic Knowledge yang harus dimiliki setiap muslim dan harus menjadi fondasi awal yang mengakar ke dalam diri seorang muslim, akar yang menancap kuat akan mengahasilkan pohon yang berdiri kokoh dan menghasilkan cabang yang banyak dan rindang juga buah yang manis, lihat QS: Ibrahim 24-25 Rasulullah sendiri berdakwah selama 13 tahun membahas tentang aqidah secara terus menerus hingga para sahabat memiliki kekuatan untuk berdakwah di medan dakwah. Jadi jika aqidah kita sudah bersih dan kuat maka akan tercermin kedalam setiap karakter kita juga dalam segala motif tingkah laku kita sehari-hari.

2.      Shalihul ibadah, yaitu benar ibadahnya menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah serta jauh dari segala bid’ah  yang dapat menyesatkannya.


3.      Matinul Khuluq, yaitu mulia akhlaknya sehingga dapat menunjukkan sebuah kepribadian yang menawan dan dapat meyakinkan kepada semua orang.

4.      Qowiyyu Jismi, yaitu kuat jasadnya, seorang muslim haruslah menjadi pribadi yang kuat secara fisik dan tidak lemah.


5.      Mutsaqoful fikri, yaitu luas wawasan berfikirnya sehingga dia mampu menangkap berbagai informasi serta perkembangan yang terjadi disekitarnya.

6.      Qadirun ‘Alal kasbi, yaitu mampu berusaha sehingga menjadikannya seseorang yang berjiwa mandiri


7.      Mujahiduun linafsihi, yaitu ersungguh-sungguh dalam jiwanya sehingga dapat memerangi hawa nafsu.

8.      Munazhom fii su’nihi yaitu tertata dalam urusannya. 


9.      Haarisun Ala waqtihi, yaitu manajemen waktu yang baik sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia.

10.  Naafi’un li ghairihi, yaitu bermanfaat bagi orang lain, sehingga menjadikannya seseorang yang bermanfaat dan dibutuhkan. Keberadaannya menjadi sebuah kebahagiaan bagi orang lain dan ketidakhadirannya dirindukan.


Sabtu, 16 Maret 2013

EYD, Bukan Hanya Sebatas Aturan dan Kaidah


“Jika hendak mengenal orang berbangsa, lihatlah kepada budi dan bahasa.” Raja Ali Haji (Gurindam Dua Belas pasal 5)

      Ahad 10/03/2013, para peserta kuliah kepenulisan menghadiri kelas Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang dibawakan oleh kang Topik Mulyana di gedung pertemuan Konferensi Asia Afrika. Para peserta mengikuti kuliah tersebut dengan penuh antusias juga semangat belajar yang tinggi, meskipun latar tempat yang disediakan sangat nyaman, tidak  lantas membuat kantuk berhasil menggoda para peserta. Kang Topik mengawali pembahasan melalui sebuah pemaparan  kronoligis tentang sejarah kelahiran dan perkembangan bahasa Indonesia dimulai dari zaman prasasti, lalu pada masa-masa penjajahan eropa, hingga kedatangan bangsa Arab di Indonesia. Dari berbagai macam bangsa yang sempat singgah di Indonesia, ada suatu proses penanaman nilai dan pengaruh yang sangat kuat di Indonesia yang dilakukan oleh bangsa-bangsa tersebut, hal itu sederhananya tercermin dalam bahasa yang mulai dipergunakan oleh masyarakat Indonesia. Ketika penjajahan Belanda, banyak pemuda yang lebih berbangga diri ketika dapat berunjuk diri dan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Belanda, karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Belanda saat itu dianggap sebagai barang mewah yang harus ditebus dengan mempelajari bahasa yang mereka gunakan. Ada suatu pergeseran nilai saat bahasa Melayu saat itu dianggap sebagai bahasa rendahan. (Digunakan oleh strata kalangan bawah yang tidak mengenal pendidikan.)
    Hal ini membuat bangsa Indonesia kehilangan identitas dan jati dirinya karena tidak memiliki wibawa sebagai sebuah bangsa yang utuh, sebuah bangsa yang utuh haruslah tercermin dalam bahasa yang dimilikinya. Kesadaran akan krisis identitas ini memuncak dikalangan para pemuda bangsa Indonesia, hingga pada tahun 1928 tercetuslah Kongres Pemuda II, yang melahirkan sebuah piagam yang kita sebut sebagai sumpah pemuda, sumpah pemuda ini adalah sebuah komitmen dari para pemuda Indonesia untuk berjuang mempertahankan idealisme nasional dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan Indonesia, salah satunya lewat bahasa, bahasa  Indonesia.
        Menurut kang Topik, bahasa bukan hanya sekedar kata-kata dan frase, sesungguhnnya dalam sebuah bahasa itu terkandung pola pikir dan nilai-nilai yang dianut oleh sebuah bangsa. Sebuah kaidah bahasa yang baik akan menambahkan kesan wibawa karena kaidah itu dibentuk bukan hanya berdasarkan perasaan nyaman atau tidak nyaman, namun dilandaskan kepada suatu perhitungan matematis yang berdasarkan logis atau tidak logis juga memerlukan keahlian khusus dalam penggunaannya, hal itu memperlihatkan sebuah bangsa yang berpikir, itulah mengapa bangsa yang maju memiliki sebuah wibawa yang tercermin dari cara bangsa tersebut berbahasa.
       Definisi EYD sendiri adalah keseluruhan peraturan tentang cara melambangkan bunyi-bunyi ujaran, cara menempatkan tanda-tanda baca, cara memenggal kata, dan cara menggabungkan kata. (Suryaman, 1998 :7; dengan penyesuaian) kita sebagai bangsa Indonesia yang baik, seharusnya melanjutkan perjuangan para pendahulu kita yang sudah susah payah memberikan kepada kita berupa fasilitas penggunaan standar kaidah dan tatanan Bahasa Indonesia, lalu  saat ini tombak estafet itu  ada di tangan kita, mampukah kita melestarikan impian-impian para pejuang pendahulu kita? Mari, gunakan bahasa yang baik dan benar sesuai dengan aturan Ejaan Yang Disempurnakan!