Sabtu, 16 Maret 2013

EYD, Bukan Hanya Sebatas Aturan dan Kaidah


“Jika hendak mengenal orang berbangsa, lihatlah kepada budi dan bahasa.” Raja Ali Haji (Gurindam Dua Belas pasal 5)

      Ahad 10/03/2013, para peserta kuliah kepenulisan menghadiri kelas Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang dibawakan oleh kang Topik Mulyana di gedung pertemuan Konferensi Asia Afrika. Para peserta mengikuti kuliah tersebut dengan penuh antusias juga semangat belajar yang tinggi, meskipun latar tempat yang disediakan sangat nyaman, tidak  lantas membuat kantuk berhasil menggoda para peserta. Kang Topik mengawali pembahasan melalui sebuah pemaparan  kronoligis tentang sejarah kelahiran dan perkembangan bahasa Indonesia dimulai dari zaman prasasti, lalu pada masa-masa penjajahan eropa, hingga kedatangan bangsa Arab di Indonesia. Dari berbagai macam bangsa yang sempat singgah di Indonesia, ada suatu proses penanaman nilai dan pengaruh yang sangat kuat di Indonesia yang dilakukan oleh bangsa-bangsa tersebut, hal itu sederhananya tercermin dalam bahasa yang mulai dipergunakan oleh masyarakat Indonesia. Ketika penjajahan Belanda, banyak pemuda yang lebih berbangga diri ketika dapat berunjuk diri dan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Belanda, karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Belanda saat itu dianggap sebagai barang mewah yang harus ditebus dengan mempelajari bahasa yang mereka gunakan. Ada suatu pergeseran nilai saat bahasa Melayu saat itu dianggap sebagai bahasa rendahan. (Digunakan oleh strata kalangan bawah yang tidak mengenal pendidikan.)
    Hal ini membuat bangsa Indonesia kehilangan identitas dan jati dirinya karena tidak memiliki wibawa sebagai sebuah bangsa yang utuh, sebuah bangsa yang utuh haruslah tercermin dalam bahasa yang dimilikinya. Kesadaran akan krisis identitas ini memuncak dikalangan para pemuda bangsa Indonesia, hingga pada tahun 1928 tercetuslah Kongres Pemuda II, yang melahirkan sebuah piagam yang kita sebut sebagai sumpah pemuda, sumpah pemuda ini adalah sebuah komitmen dari para pemuda Indonesia untuk berjuang mempertahankan idealisme nasional dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan Indonesia, salah satunya lewat bahasa, bahasa  Indonesia.
        Menurut kang Topik, bahasa bukan hanya sekedar kata-kata dan frase, sesungguhnnya dalam sebuah bahasa itu terkandung pola pikir dan nilai-nilai yang dianut oleh sebuah bangsa. Sebuah kaidah bahasa yang baik akan menambahkan kesan wibawa karena kaidah itu dibentuk bukan hanya berdasarkan perasaan nyaman atau tidak nyaman, namun dilandaskan kepada suatu perhitungan matematis yang berdasarkan logis atau tidak logis juga memerlukan keahlian khusus dalam penggunaannya, hal itu memperlihatkan sebuah bangsa yang berpikir, itulah mengapa bangsa yang maju memiliki sebuah wibawa yang tercermin dari cara bangsa tersebut berbahasa.
       Definisi EYD sendiri adalah keseluruhan peraturan tentang cara melambangkan bunyi-bunyi ujaran, cara menempatkan tanda-tanda baca, cara memenggal kata, dan cara menggabungkan kata. (Suryaman, 1998 :7; dengan penyesuaian) kita sebagai bangsa Indonesia yang baik, seharusnya melanjutkan perjuangan para pendahulu kita yang sudah susah payah memberikan kepada kita berupa fasilitas penggunaan standar kaidah dan tatanan Bahasa Indonesia, lalu  saat ini tombak estafet itu  ada di tangan kita, mampukah kita melestarikan impian-impian para pejuang pendahulu kita? Mari, gunakan bahasa yang baik dan benar sesuai dengan aturan Ejaan Yang Disempurnakan!

1 komentar:

  1. Mawar -The Secret Story16 Maret 2013 pukul 08.26

    Tulisannya bagus pisan, terasa seperti tulisan seorang pemudi dari zaman sumpah pemuda...semangat 45, hehe :).

    Setuju, budi pekerti seseorang dapat terlihat dari tutur kata yang digunakannya.

    Bahasa adalah salah satu budaya bangsa yang diwariskan dari para leluhur melalui sejarah yang panjang dan memiliki makna filosofis yang mendalam. Karena itu, bahasa dapat pula mencerminkan jati diri dari suatu bangsa.

    Ironisnya, saat ini budaya Indonesia sudah mulai terkikis hingga mengalami krisis budaya. Pemuda Indonesia lebih mencintai budaya bangsa asing daripada budaya bangsa sendiri, merasa bangga menerapkan bahasa asing daripada bahasa bangsa sendiri, terbiasa menerapkan ejaan versi alay dibanding EYD, hehe...itulah realita saat ini.

    Semoga kita sebagai generasi penerus bangsa Indonesia, tetap berkomitmen untuk menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

    Tetap semangat menulis ya...Gapailah mimpimu, Nadya :)

    "Ikatlah ilmu dengan menuliskannya"-Immam Ali



    mohon maaf jika ada hal yang kurang berkenan ^^v

    BalasHapus