Senin, 04 Februari 2013

Malukah Kita dengan Sosok Ayah


-Kalau kepada orang lain bisa lembut mengapa kepada orang tua sendiri, kita tidak bisa jauh lebih lembut dan memuliakannya-

Selepas acara wisuda di kampusnya, seorang pemuda mengajak ayahnya jalan-jalan mengelilingi kampus, karena ayahnya sangat ingin tahu bagaimana kampus anaknya, yang selama empat tahun anaknya menuntut ilmu di kampus tersebut. Ketika melewati hutan kampus, ayahnya berhenti dan memegang tangan anaknya sambil bertanya. “Nak, itu pohon apa?” sang sarjana menjawab pendek “Pohon Cemara” sambil segera melepaskan pegangan ayahnya karena malu dilihat orang-orang sekitar taman kampus.

Baru lima langkah berjalan, sang ayah kembali bertanya dan memegang tangan anaknya “Kalau itu pohon apa, Nak?” sang sarjana kembali melepas tangan ayahnya sambil menjawab agak malas-malas “itu juga sama, pohon cemara.”

Sang ayahpun kembali berjalan, ketika mau keluar dari taman kampus, sang ayah kembali memegang tangan anaknya “Nak, itu pohon apa?”

Kali ini sang sarjana, hilang kesabaran, dia menjawab dengan nada tinggi, “Ih ayah enggak ngerti-ngerti, itu pohon cemara, kenapa sih ayah Tanya-tanya terus.”

Sang ayah menjawab dengan nada sendu “Nak, ayah tidak bangga dengan gelar kesarjanaan kamu kalau ternyata sikap ananda seperti ini padahal dulu waktu kamu masih kecil, berulang kali kamu bertanya kepada ayah , dan ayah tidak cape menjawab, bahkan ribuan pertanyaan kamu, ayah tetap menjawab.. karena ayah sayang dan ingin kamu tahu. Tetapi ternyata setelah kamu menjadi sarjana, baru saja ayah bertanya tiga kali, kamu marah dan seakan malu berjalan dengan ayah, padahal waktu kamu kecil, ayah tidak malu membersihkan kotoran kamu di tempat umum, membersihkan ingus kamu ketika sedang pilek.. anaku.. pendidikan yang tinggi bukan ukuran kesuksesan, tetapi akhlak yang mulia adalah cirri pribadi yang dewasa.
Sang anak tertegun, sambil mencium kedua tangan ayahnya yang mulai keriput dia meminta maaf atas akhlak yang tidak terpuji ketika menjawab pertanyaan ayahnya.
Sang ayah mengusap, rambut anaknya sambil memberikan nasihat : Nak, berjalanlah di muka bumi dengan rendah hati terhadap siapapun, niscaya Allah Swt meninggikan derajatmu.

dikutip dari majalah Al-Hilal

Dialog antara kaisar Heraklius dengan Abu Sufyan


“Dan kami tidak mengutus seorang rosul pun sebelummu (Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya : ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku. Maka sembahlah Aku olehmu sekalian.”    (Al-Anbiya : 25)


Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan sanadnya dari Ubaidillah bin Utbah bin Mas’ud bahwa Abdullah bin Abbas telah memberitahukan kepadanya bahwa Heraklius telah memanggilnya pada waktu ia sedang memimpin khalifah dagang Quraisy di Syam, bertepatan dengan perjanjian Hudaibiyah yang baru saja diadakan antara Rasulullah SAW denga kaum musyrikin Quraisy. Ketika itu Heraklius sedang berziarah ke Al Quds. Ia mengundang beberapa tokoh untuk menghadiri pertemuan yang diadakan tokoh-tokoh romawi disana dan dihadiri juga oleh seorang penerjemah. Inilah dialog tersebut:

Heraklius  : Siapa diantara tuan-tuan yang paling dekat kekeluargaannya dengan laki-laki yang mengaku   nabi itu?
Abu sufyan : Saya orang yang paling dekat kekeluargaannya.
Heraklius  : Dekatkan dia kepadaku. Biarkan rekan-rekannya berdiri di belakangnya. (Lalu Heraklius   berkata kepada penerjemahnya) Katakan kepadanya bahwa saya ingin bertanya tentang nabi itu, dan jangan sekali-kali ia berbohong.

Abu Sufyan      : Demi Allah, kalau  tidak karena  malu dicap sebagai pembohong, tentu saya akan berbohong.
Heraklius         : Bagaimana nasabnya diantara kalian?
Abu Sufyan      : Nasabnya tergolong bangsawan.
Heraklius         : Apa ada seorang yang mengaku seperti itu sebelumnya?
Abu Sufyan      : Tidak.
Heraklius         : Apakah ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja?
Abu Sufyan      : Tidak.
Heraklius         : Pengikutnya terdiri dari kaum bangsawan atau para mustadh’afin (kaum lemah) ?
Abu Sufyan      : Terdiri dari para mustadh’afin.
Heraklius         : Apakah mereka makin bertambah atau makin berkurang?
Abu Sufyan      : Makin bertambah.
Heraklius         : Apakah ada diantara mereka yang murtad karena membenci agamanya?
Abu Sufyan     : Tidak ada.
Heraklius        : Apakah kalian pernah mencurigainya berbohong sebelum ia mengaku sebagai nabi?
Abu Sufyan     : Tidak pernah.
Heraklius        : Apakah ia pernah melakukan kecurangan?
Abu Sufyan     : Tidak pernah.
Heraklius        : Apakah kalian memeranginya ?
Abu Sufyan     : Ya, benar.
Heraklius        : Bagaimana peperangan yang kalia  lakukan kepadanya?
Abu Sufyan    : Peperangan itu silih berganti, sekali dia yang menang dan lain kali kami yang menang.
Heraklius       : Apa yang dia perintahkan kepada kalian?
Abu Sufyan  : Dia memerintahkan kepada kami supaya menyembah Allah saja, dan tidak menyukutukan Allah dengan apapun, memerintahkan kami untuk meninggalkan tradisi yang diwarisi oleh nenek moyang kami, memerintahkan kami untuk mengerjakan shalat, berlaku dan berbicara jujur, memelihara kemuliaan diri dan bersilaturahmi.
Heraklius      : (Berkata melalui penerjemahnya untuk menyimpulkan dialog yang terjadi), “Saya bertanya tentang nasab orang yang mengakui nabi itu, lalu anda mengatakan bahwa dia keturunan bangsawan. Begitulah pada umumnya para rasul Allah dilahirkan dari kalangan bangsawan. Begitulah pada umumnya para rasul Allah dilahirkan dari kalangan bangsawan. Lalu saya tanyakan, apakah ada diantara kalian yang mengaku sebagai nabi sebelumnya? Anda menjawab, tidak. Kalau ada yang mengaku demikian, mungkin dia hanya ikut-ikutan dengan orang sebelumnya. Saya bertanya pula, apakah diantara nenek moyangnya menjabat menjadi raja? Anda mengatakan, tidak. Kalau ada diantara mereka yang menjadi raja, mungkin dia menutut haknya. Saya tanyakan pula, apakah kalian pernah mencuriagainya sebagai pembohong sebelum mengaku nabi? Anda mengatakan tidak, Memang tidak mungkin kalau dia tidak berbohong kepada manusia lalu berani berbohong kepada Allah. Saya tanyakan, apakah pengikutnya terdiri dari para bangsawan atau para kaum lemah? Anda mengatakan para pengikutnya terdiri dari orang-orang yang lemah. Memang, begitulah pengikut para rasul Allah. Saya tanyakan, apakah pengikutnya makin bertambah atau makin berkurang? Anda katakan makin bertambah. Memang begitulah cara kerja keimanan, hingga sempurna. Saya juga bertanya, apakah diantara pengikutnya yang murtad dan meninggalkan agamanya? Anda berkata, tidak. Begitulah cara kerja iman apabila sudah meresap ke dalam kalbu. Saya bertanya juga, apakah ia pernah berbuat curang? Anda menjawab, tidak. Begitulah para rosul Allah. Mereka tidak ada yang bersikap curang. Saya bertanya apa yang diperintahkannya kepada kalian? Anda mengatakan bahwa dia memerintahkan kalian supaya menyembah Allah dan tidak meyekutukannya dengan apa pun, melarang menyembah berhala, menyuruh kalian shalat, berbuat dan berkata jujur, serta memelihara kehormatan diri. Kalau apa yang kamu katakan itu benar, maka dia akan menguasai kedua kakiku berpijak. Aku tahu bahwa ia akan muncul, tetapi aku tidak menduga kalau dia dari golongan kalian. Kalau aku meyakini diriku bisa sampai kepadanya, tentu aku akan segera pergi menemuinya, dan kalau aku berada di sisinya, aku akan mencuci kakinya.
Abu Sufyan dan rekan-rekannya yang menghadiri pertemuan tersebut berkata, “Aku heran dengan hal-ikhwal ibnu abi kabsyah (ungkapan penghinaan mereka kepada Rasulullah saw.). Dia ditakuti oleh Raja Banil Ashfar (bangsa kulit kuning, yakni orang barat).”
Selanjutnya Abu Sufyan berkata, “ Aku senantiasa yakin bahwa dia (Muhammad saw.) akan Berjaya sehingga Allah berkenan memasukkan saya ke dalam islam. “
Dikutip dari buku : Super Mentoring Senior
Heraklius adalah seorang panglima romawi..
semoga bermanfaat.. 

Selasa, 29 Januari 2013

Fiqih : Menghafal dan murojaah Al-quran saat haid

   Terkait pertanyaan illa saat LU (lingkar ukhuwah) tentang hukumnya menghafal Al-quran ketika haid, kebetulan saya memiliki referensi buku fiqih yang insya Allah terpercaya, mungkin bisa menjawab pertanyaan illa..di bawah ini, saya ambil potongan penjabaran di buku tersebut.

    Tidak ada perselisihan di antara para fuqaha’ bahwa wanita yang sedang haid atau sedang nifas dibolehkan untuk membaca surah/ ayat Al-quran dengan hati tanpa menggerak-gerakkan lisan dan mengucapkannya, atau melihat langsung ke mushaf lalu membacanya dengan hati, atau sekedar mendengar bacaan orang lain.
Para fuqaha’ juga sepakat atas bolehnya wanita yang sedang haid atau sedang nifas untuk melafadzkan tasbih, tahlil, dan semua lafadz zikir lain yang bukan berasal dari Al-quran, yang dilakukan dengan suara jahr.
Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim disebutkan bahwasanya Rasulullah SAW suatu ketika bertelekan di pangkuan Aisyah kerika Aisyah sedang haid, lalu beliau membaca Al-quran.
Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh bukhari-muslim disebutkan bahwa ummu ‘Athiyyah pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“ Hendaklah para gadis (pada umumnya), para gadis pingitan, dan para wanita yang sedang haid juga turut keluar-yakni ke tempat shalat hari raya- agar mereka semuanya dapat menyaksikan kebajikan dan syiar kaum mukminin. Namun bagi wanita yang sedang haid agar tidak mendekati tempat shalat.”

Hanya saja di sana terdapat perbedaan pendapat di antara para fuqaha’ tentang membaca Al-quran secara jahr dengan ucapan lisan bagi wanita haid dan wanita nifas… dan menurut pendapat yang lebih rajih, hal tersebut adalah boleh yakni jika memang diperlukan dan mendesak keadaannya. Seperti halnya untuk kepentingan belajar-mengajar, atau takut lupa terhadap ayat/surat Al-quran yang sudah dihafalnya (jika lama tidak dibaca), dan karena alasan-alasan lainnya yang serupa. Dan kebolehan di sini adalah sifatnya terikat, yakni terikat dengan adanya keperluan atau darurat. Adapun jika di sana tidak ada keperluan atau darurat, maka hukumnya tidak boleh.


kesimpulan : menghafal dan murojaah Al-quran saat haid diperbolehkan (untuk kepentingan pembelajaran)
kosakata   : jahr = mengeraskan suara (volume suara)
                   rajih = kuat 
wallahu a'lam.. semoga bisa menjadi rujukan dan bermanfaat :)
Sumber : fiqih wanita empat madzhab

Minggu, 13 Januari 2013

Cuplikan Percakapan Akhir Cerita

Saya pernah meminjam buku yang berjudul Panggilan Rasul, buku tersebut berisi cerpen-cerpen Hamsad Rangkuti yang sarat akan makna.. ada satu kisah yang sangat saya sukai di buku itu yang berjudul :
"Ayahku Seorang guru mengaji"
inilah sepenggal cuplikan  percakapan akhir cerita

"Ternyata banyak jalan menuju surga," kata ayah.
"Yang penting sampai," kataku. Kulihat ayah senyum, Ayah memandang tepat kepadaku.
"Soal sampai bukan urusan kita, itu rahasia Allah."
"Tapi itu kan janji Allah."
"Itu benar, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita melaksanakan apa yang menyebabkan Allah menepati janji-Nya."

ada yang bisa mengambil hikmah dari cuplikan percakapan tersebut? 

Sebuah Nyanyian Perjalanan



Dikutip dari sebuah karya lama HTR dan Gola Gong

Nyanyian sebuah perjalanan”
Dalam setiap hati kita ada mata hati yang sederhana dan denyutnya tak dapat dibohongi
ialah segala penglihatan kita yang dengan talanjang dapat

membedakan yang benar dan yang salah,
mengetahui siapa yang sengsara dan menyengsarakan,
siapa yang dusta dan siapa yang jujur
siapa yang nista dan siapa yang mulia
sebab atas nama illahi,
tanpa harus menyaksikan sekalipun,
ia tahu semua

dalam tiap kita juga ada matahari
yang dengan tegar dan peduli menyinari dan menebarkan
kehangatan cinta pada semesta,
maka jangan biarkan ia tertutup
tirai-tirai kengkuhan, keserakahan
dan kepalsuan...

Jumat, 04 Januari 2013

Intermezzo :)



Anak kecil selalu memiliki rasa penasaran yang tinggi, mereka selalu antusias terhadap segala sesuatu dan selalu ingin tahu terhadap segala hal. Mereka membutuhkan jawaban dari seorang dewasa yang mereka anggap sudah mengerti banyak hal. Tak jarang kita menjadi tumpuan saat mereka bertanya. Resikonya adalah, kita harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan penuh kesabaran. Karena intensitas mereka bertanya tiada ampun dan tidak kenal lelah. Pertanyaan yang dilontarkan pun sangat beragam, dari hal-hal yang paling  sepele sampai hal-hal besar yang membutuhkan penjelasan yang rumit.
Keadaan ini adalah salah satu proses pembelajaran yang positif dimana adanya rasa ingin tahu yang besar adalah suatu bukti bahwa mereka memiliki semangat belajar yang tinggi. Kesempatan tersebut seharusnya kita arahkan kepada hal-hal yang baik agar terjadi pembentukan karakter yang baik pula. Sudah sepantasnya kita menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan baik, karena kalau-kalau salah dan sekenanya, mereka bisa salah pula mempersepsikannya. Dan terkadang menelannya secara bulat-bulat tanpa mengenal hal itu benar atau salah. Karena kemampuan anak kecil belum bisa membedakan yang benar dan yang salah, mereka membutuhkan semacam mentor yang mengarahkan mereka untuk mengatasi rasa ingin tahunya tersebut. Ini adalah tugas kita pula sebagai role mode untuk banyak mencari tahu  dan menambah wawasan tentang apa-apa saja yang mereka pertanyakan. Sehingga jawaban kita bisa menjadi acuan saat mereka hendak bertindak.
Hari ini tanggal 31 Desember 2012, adalah hari yang tidak terlupakan, karena saya merasa kerdil oleh pertanyaan adik saya yang sangat analitis. Saat saya hendak mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat Isya, adik saya yang paling kecil (sebenarnya beranjak remaja : kelas 6 SD) melompat-lompat riang menghampiri saya dan bertanya secara spontan
“teh iiia, kalau disurga nanti orang-orang pakai kerudung gak?”
Glek. 
Ini adalah pertanyaan yang paling sulit untuk dijawab sampai saya kehabisan kata-kata dan memilih untuk diam. Ya, saya speechless.. mematung selama beberapa menit sampai terdengar suara dari belakang menjawab
“pakai ciput ninja..!! hehehe… “ adik saya yang satunya lagi terkekeh geli.
Saya pun tidak kuat menahan tawa, sambil terus berpikir untuk menjawab, namun akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk mencari tahu dikemudian waktu hehe..
Suatu hal yang tidak terduga yang dilontarkan oleh anak kecil. Rasa ingin tahunya sampai sebegitu tingginya untuk mengetahui hal sedetil itu. Tapi menurut saya, pertanyaan tersebut benar-benar pertanyaan yang bermakna, sehingga saya  terinspirasi untuk mengkaji  tentang  Surga-Nya Allah SWT, sesuatu yang selama ini mungkin terabaikan..  padahal mungkin saja  dengan mengenal surga-Nya Allah SWT kita bisa lebih termotivasi untuk menggapainya..
Haah terimakasih guru kecilku.. J

Mengisi waktu luang dimalam tahun baru_ 31 Desember 2012.



Pesan Mati

“Pesan mati, jangan takut mati, meski kau sembunyi dia menghampiri…
 takutlah pada kehidupan setelah kau mati renungkanlah itu..” (Bimbo)

Potongan lirik lagu Bimbo tersebut mengajak kita untuk mengingat suatu hal, yakni akhir dari kehidupan ini. Dalam lirik lagu tersebut tersirat pesan berharga tentang kematian. Suatu hal yang pasti akan terjadi pada setiap insan, kematian merupakan rahasia terbesar Sang Illahi yang kedatangannya tidak dapat kita hindari. Kita tidak akan pernah tahu kapan maut akan menjemput, sedang apakah kita saat maut sedang menjemput, dimanakah kita saat maut sedang menjemput lalu dalam keadaan apakah kita saat maut sedang menjemput.. 

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. QS. al-Anbiya (21) : 35

Kematian.. menyimpan sejuta misteri tentang keagungan Sang Maha Khalik dan menjadi suatu bukti kebesaran-Nya bahwa Dia Maha mampu berkehendak akan segala sesuatu. Namun disini, hal yang harus kita garis bawahi bukanlah soal kematian tapi perjalanan kita nanti setelah menghadapi kematian.. apakah yang sudah kita siapkan untuk menghadapi kematian? Bekal apakah yang kita miliki untuk kehidupan nanti di alam akhirat?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus selalu tersemat di dalam diri kita, agar diri selalu dalam kesadaran yang tinggi untuk secara kontinu melakukan evaluasi dan perbaikan..

Wallahu’alam.
Semoga bermanfaat..