Minggu, 24 Februari 2013

Forecasting



   Semester tiga kemarin saya berkesempatan untuk mempelajari  mata kuliah yang berhubungan dengan metode penelitian ilmiah, yaitu metode quantitative, darisana saya mengenal suatu metode penelitian yang berjudul “Forecasting”. Forecasting dalam bahasa inggris, yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia artinya adalah ramalan. Ramalan seperti yang kita ketahui sangat  erat kaitannya dengan masa depan. Kita dapat menerawang jauh melihat masa depan, saat kita berada di garis masa sekarang. Ramalan yang saya pelajari ini bukanlah suatu yang bersifat intuitive atau berdasarkan perasaan tertentu dengan ilmu magis  yang bersifat abstrak dan gaib. Ramalan disini adalah sebuah perhitungan yang diharapkan akurat,  dengan kalkulasi yang tepat dan teliti untuk mendapatkan suatu  proyeksi dimasa mendatang.  Jadi sederhana nya, kita bisa meramalkan masa depan dengan suatu metode penelitian yang ilmiah. Tidak selalu akurat, namun sangat tepat. Ketika ramalan membicarakan tentang waktu, teori tersebut mengatakan bahwasanya kita bisa memproyeksikan masa depan melalui sejarah kronologis  kita di masa lalu. Sejarah masa lalu adalah referensi kita dimasa mendatang. 
Lalu apa yang ingin saya sampaikan?
Saat mendengarkan pembicara di karisma bercerita tentang keorganisasian, Dua kali saya mendengar statement ini dari dua orang yang berbeda, yaitu kang rino dan kang afdhil.. “ keberhasilan suatu periode sangat dipengaruhi oleh keberhasilan periode sebelumnya”
Apa artinya.. ? Dalam konteks organisasi saya rasa jika kita melakukan kinerja terbaik di hari ini, itu artinya kita sedang berinvestasi untuk mengukir sejarah prestasi dimasa mendatang yang kesuksesannya bukan hanya dinikmati oleh diri kita sendiri, namun akan kita turunkan pula kepada generasi dibawah kita. Pun teori ini dapat digunakan dalam berbagai bidang di segala aspek kehidupan.
Jikalau hari ini kita mempersiapkan segala sesuatu untuk hari esok dengan perencanaan (road map) yang matang, lalu kita menjalaninya dengan bersungguh-sungguh, maka masa depan yang cerah sudah pasti milik kita. Hal itu sangatlah ilmiah..
Sejalan dengan apa yang Allah SAW perintahkan kepada ummat manusia agar selalu berusaha yang terbaik dalam menjalani kehidupan baik saat kita mengejar kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11

Maka mulai dari sekarang, marilah kita bersama-sama menjadi seorang peramal yang ilmiah..
Mari kita ramalkan masa depan kita di dunia maupun di akhirat.. lalu buatlah perencanaan untuk menggapai ramalan kita tersebut, dan lakukanlah yang terbaik sesuai dengan perencanaan yang telah kita buat.. insya Allah dengan izin-Nya, ramalan akan menjadi kenyataan.. ^^

wallahu 'alam ..


Senin, 11 Februari 2013

Tiga Visi Dakwah Rasulullah


Dapat artikel ini dari majalah sabili edisi jaman baheula, dari rubik Takwin oleh M. Nurkholis Ridwan.
No.24 TH. IX 30 MEI 2002/17 RABIUL AWAL 1423

Tiga Visi Dakwah Rasulullah

Dakwah, tak diragukan lagi, telah memainkan peran penting bagi tegaknya pilar-pilar masyarakat dan peradaban islam. Dakwahlah yang membuat pesan utama islam sebagai rahmat bagi alam semesta dapat terejawantah secara nyata. Sebuah fakta menarik menyebutkan, cuma sedikit sahabat Rasulullah saw yang wafat di Makkah dan Madinah, karena menyebar ke berbagai penjuru dunia demi menyebarkan islam.
Sebagai sebuah misi yang membawa pesan perubahan, dakwah islamiyah mempunyai visi dan pilar yang dipetik dari sirah Rasulullah saw sebagai juru dakwah islam pertama. Mulai dari metode, isi hingga berbagai penyikapan beliau terhadap masalah-masalah yang dihadapi ummat islam menjadi acuan bagi para juru dakwah selanjutnya. Tentu saja, akan begitu banyak varian dalam realitas kehidupan kontemporer, sebagai sebuah konsekuensi logis dari kehidupan yang tumbuh dinamis. Sebab dakwah ada bersama kehidupan itu sendiri, dengan tujuan melahirkan generasi dan masyarakat muslim sejati.
Saat Rasulullah saw memulai dakwahnya di Makkah, pesan pertama yang beliau sampaikan adalah tauhid. Tauhid adalah inti ajaran para rasul, yang merupakan demarkasi antara iman dan kufur (QS an-Nahl :36). Setelah seseorang meyakini dan bersaksi akan keesaan Allah dan Muhammad saw sebagai utusannya, barulah babak baru dimulai. Ia harus patuh dan tunduk pada segala aturan islam.
Tauhidullah menurut tiga hal dari diri setiap muslim; pertama, menyerahkan semua ibadah dan perbuatannya hanya kepada Allah (Tauhid Uluhiyyah) kedua, meyakini keesaan Allah terhadap hak-hak ketuhanan, seperti menciptakan, memberi rezeki, maha memiliki, dsb (Tauhid Rububiyah). Ketiga, meyakini nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT seperti yang diterangkan dalam al-Quran dan as-Sunnah (Tauhid Asma’ wa ash-Shifaat), apa adanya tanpa interpretasi. Sebab, hanya Allah yang mengerti hakikat sifat-sifat-Nya “Tak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” (QS asy-Syuura: 11).
Tauhid diletakkan sebagai pesan pertama, sebab dari sanalah pondasi aqidah dan syariah dalam diri seorang muslim dibangun. Kerancuan aqidah, ibarat virus yang membuat bangunan keislaman seseorang runtuh. Tak heran jika seseorang yang dengan sadar melakukan syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya,” (QS an-Nisa’:49).
Contoh lebih jelas lagi adalah ketika seseorang memahami takdir secara fatalis (jabariyah), dimana manusia tidak mempunyai kehendak apapun dan hanya mengikuti kehendak Allah SWT. Manusia, dalam perspektif jabariyah, hanya ibarat wayang yang dipermainkan kesana kemari oleh sang dalang. Akibatnya, penganut paham seperti ini tak peduli apakah yang ia lakukan itu adalah ketaatan atau kemaksiatan . Sebab menurut keyakinannya, ia hanya mengikuti kemauan Allah SWT. Tentu jika ini terjadi, dapat dibayangkan akibat negatifnya di tengah-tengah masyarakat.
Berbagai fenomena syirik yang berkembang di tengah-tengah masyarakat seharusnya jadi perhatian para da’i, sebelum melangkah ke tema-tema dakwah lainnya. Keyakinan tertentu terhadap ‘benda keramat’, berdoa kepada orang yang telah meninggal, banyaknya paranormal yang merupakan pengikut syaithan, dan lain-lain adalah fenomena yang begitu sering kita temui di masyarakat.
Setelah tauhid, pesan dakwah selanjutnya adalah ittiba’ (mengikuti Rasulullah saw). Para ma’du (yang didakwahi) harus diyakinkan bahwa dalam beribadah bukan Cuma keikhlasan dan niat baik yang dibutuhkan, tapi juga kesesuaian dengan apa yang diontohkan oleh Rasul saw. Dalam hal ini, kedudukan al-Quran dan as-Sunnah sama dalam penetapan suatu hukum, baik itu berkenaan dengan ibadah (perbuatan) maupun keyakinan. Sebab hakikat sunnah adalah wahyu yang diturunkan kepada beliau. Sabda beliau, “ketahuilah bahwa aku diberikan al-Quran dan yang serupa dengannya (as-Sunnah),” (HR Abu Dawud).
Di samping tauhid, keutuhan (syumuliyah) pemahaman islam juga harus menjadi prioritas, karena islam tak sekedar ibadah ritual belaka. Tak ada perbedaan antara tuntunan Rasulullah saw tentang shalat dengan ajaran beliau tentang masalah jual-beli, pernikahan, politik, hukum positif. Beliau juga harus dipatuhi di atas seluruh makhluk, apapun kedudukannya, bahkan di atas orang tua sekalipun. Hal ini tentu saja tidak akan terwujud, kecuali jika kita mencintai beliau melebihi kecintaan kita terhadap seluruh makhluk Allah. Sabda beliau, “Tidak sempurna keimanan kamu hingga ia mencintaiku melebihi kecintaannya terhadap dirinya, orangtuanya, anaknya, dan terhadap seluruh manusia,” (HR Bukhari dan Muslim). Kenyataan inilah yang hilang di tengah-tengah masyarakat muslim. Begitu banyak sunnah ditinggalkan, bid’ah digalakan, dan pikiran lalu memainkan peran penting dalam memahami syariat islam.
Pesan selanjutnya adalah tazkiyah an-Nafs (pembersihan hati) . Ini di dasarkan pada firman Allah,       
“ Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengaharamkan kepada mereka Kitab dan Hikmah,” 
(QS Al-Jumu’ah: 2). 
Tazkiyah an-Nafs, seperti kata syekh Abdurrahman Abdul Khaliq, merupakan proses penyucian dan pengobatan hati dari segala kotoran dan cela. Hati yang bersih adalah hati yang jauh dari berbagai penyakit hati semisal dengki, dusta, khianat yang dicela oleh agama dan akal sehat.
Proses tazkiyah ini berlangsung dengan dilaksanakannya syariah islam secara lengkap dan menyeluruh, mulai aqidah, ibadah, hingga muamalah. Tak ada amalan khusus atau wirid-wirid tertentu, seperti yang diyakini oleh kalangan sufi. Shalat misalnya, merupakan unsur penting dalam proses tazkiyah, yang berfungsi mencegah dari perbuatan keji dan munkar (QS al-Ankabut : 45). Tak heran jika wanita yang rajin puasa di siang hari dan mengerjakan shalat di malam hari, tapi suka mencela tetangganya, oleh nabi saw digolongkan penduduk neraka (HR Bukhari, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan Ahmad). Hikmahnya jelas, jika shalat dan puasanya betul maka ia akan dicegah dari perbuatan mengganggu tetangga.
Ibadah baik berkenaan dengan harta atau fisik adalah unsur utama dalam proses tazkiyah. Ia mengikat hati dengan Sang Pencipta sehingga terwujudlah ketakwaan di dalam hati. Siapa yang bertakwa dan takut pada Tuhan-Nya akan terjauh dari yang diharamkan. Kemaksiatanlah yang mengotori hati, dan ketaatanlah yang dapat membersihkannya. “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan buruk,” (QS Hud: 114)


Maha Benar Allah, semoga Allah swt menggerakkan hati kita untuk selalu berdakwah..
Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua..  amiin..

Ternyata, bahagia itu sederhana..

     Hari kamis kemarin, pasukan AKK kembali bergerilya untuk mengumpulkan botol-botol bekas di sekitaran kampus ITB, dengan harapan jumlah botol-botol bekas yang terkumpul dapat mencapai target yang ditetapkan. Botol-botol bekas tersebut dikumpulkan dengan tujuan untuk kebutuhan dekorasi dalam acara MY KEY. Salah satu event karisma dalam jangka waktu dekat ini. 


  Selama ini yang kita ketahui, mengumpulkan botol-botol bekas minuman adalah suatu pekerjaan yang melelahkan dan juga butuh pengorbanan yang luar biasa besar. Pasalnya, pekerjaan mengumpulkan botol bekas ini biasa dilakukan oleh para pemungut sampah. Pastinya mental dan rasa malu pun di uji. Namun, semua alasan tersebut tidak menjadi penghalang bagi para panitia untuk terus bergerilya, mencari dan terus mencari botol-botol bekas yang berserakan di jalanan, bahkan di tempat sampah sekalipun. Energi terbesar yang menggerakkan para panitia adalah suatu keyakinan, bahwa apa yang mereka lakukan tersebut bukanlah suatu hal yang sia-sia, karena Allah swt Maha Melihat, sekecil apapun kebaikan pastilah bernilai di sisi-Nya. Dan tidak ada yang rendah di Mata Allah swt, karena semua manusia pada hakikatnya adalah sama, hanya tingkat ketakwaanlah yang membedakan manusia dengan manusia yang lainnya. 

Hasilnya?

Botol-botol pun terkumpul sesuai dengan jumlah target yang di inginkan.. dalam waktu yang lumayan singkat. 
Dan sore itu di sekre akhwat karisma…

“Teh Lely…..!! Alhamdulillah botolnya udah kekumpul semua.. hihihi :D “ seyum dan tawa lepas menghias di wajah Evi. Mata Evi melirik ke arah tumpukan trashbag yang berisi botol-botol bekas dari berbagai macam merek minuman. Secercah harapan melambung di dalam senyumannya, peluh dan rasa capai seakan tidak terasa lagi.

“Alhamdulillah.. ternyata bahagia itu sederhana.. :D “ ungkap teh Lely yang saat itu turut tersenyum bahagia.. merasakan tularan kebahagiaan yang terhias di wajah Evi.

*Dengan redaksi yang berbeda, saya kurang pandai menggambarkan keadaan dan mungkin kisahnya tidak terlalu mirip dengan kenyataan. Namun, kisah ini yang terlukis di ingatan saya hari kamis lalu, rasa haru yang saya rasakan saat mendengar percakapan singkat antara Evi dan Teh Lely, harapannya bisa dirasakan juga oleh akang-akang dan teteh-teteh juga sahabat-sahabat sekalian.. memang, kebahagiaan itu sangatlah sederhana, tidaklah harus menunggu sampai kita di beri kelebihan harta, tidaklah harus menunggu sampai kita mendapatkan semua fasilitas yang di idam-idamkan, tidaklah harus menunggu sampai kita menjadi seorang jutawan, atau menjadi seorang yang terkenal juga populer, tidaklah harus menunggu saat kita bisa menginjak tempat paling indah sedunia, sejatinya, kebahagiaan itu sederhana, sangat sederhana, kebahagiaan itu ada dimana-mana, kebahagiaan itu ada dalam sebuah proses yang dimaknai secara sempurna, ada dalam keikhlasan dan ketulusan, dalam cinta dan semangat memberi. semoga ada hikmah yang bisa kita ambil dari kisah ini.. Maha Sempurna Allah yang telah menghembuskan rasa kepada ummat manusia, sehingga kita bisa merasakan apa yang kita sebut dengan kebahagiaan.


Saya simpan di blog sebagai kenangan, semoga bermanfaat.

Senin, 04 Februari 2013

Malukah Kita dengan Sosok Ayah


-Kalau kepada orang lain bisa lembut mengapa kepada orang tua sendiri, kita tidak bisa jauh lebih lembut dan memuliakannya-

Selepas acara wisuda di kampusnya, seorang pemuda mengajak ayahnya jalan-jalan mengelilingi kampus, karena ayahnya sangat ingin tahu bagaimana kampus anaknya, yang selama empat tahun anaknya menuntut ilmu di kampus tersebut. Ketika melewati hutan kampus, ayahnya berhenti dan memegang tangan anaknya sambil bertanya. “Nak, itu pohon apa?” sang sarjana menjawab pendek “Pohon Cemara” sambil segera melepaskan pegangan ayahnya karena malu dilihat orang-orang sekitar taman kampus.

Baru lima langkah berjalan, sang ayah kembali bertanya dan memegang tangan anaknya “Kalau itu pohon apa, Nak?” sang sarjana kembali melepas tangan ayahnya sambil menjawab agak malas-malas “itu juga sama, pohon cemara.”

Sang ayahpun kembali berjalan, ketika mau keluar dari taman kampus, sang ayah kembali memegang tangan anaknya “Nak, itu pohon apa?”

Kali ini sang sarjana, hilang kesabaran, dia menjawab dengan nada tinggi, “Ih ayah enggak ngerti-ngerti, itu pohon cemara, kenapa sih ayah Tanya-tanya terus.”

Sang ayah menjawab dengan nada sendu “Nak, ayah tidak bangga dengan gelar kesarjanaan kamu kalau ternyata sikap ananda seperti ini padahal dulu waktu kamu masih kecil, berulang kali kamu bertanya kepada ayah , dan ayah tidak cape menjawab, bahkan ribuan pertanyaan kamu, ayah tetap menjawab.. karena ayah sayang dan ingin kamu tahu. Tetapi ternyata setelah kamu menjadi sarjana, baru saja ayah bertanya tiga kali, kamu marah dan seakan malu berjalan dengan ayah, padahal waktu kamu kecil, ayah tidak malu membersihkan kotoran kamu di tempat umum, membersihkan ingus kamu ketika sedang pilek.. anaku.. pendidikan yang tinggi bukan ukuran kesuksesan, tetapi akhlak yang mulia adalah cirri pribadi yang dewasa.
Sang anak tertegun, sambil mencium kedua tangan ayahnya yang mulai keriput dia meminta maaf atas akhlak yang tidak terpuji ketika menjawab pertanyaan ayahnya.
Sang ayah mengusap, rambut anaknya sambil memberikan nasihat : Nak, berjalanlah di muka bumi dengan rendah hati terhadap siapapun, niscaya Allah Swt meninggikan derajatmu.

dikutip dari majalah Al-Hilal

Dialog antara kaisar Heraklius dengan Abu Sufyan


“Dan kami tidak mengutus seorang rosul pun sebelummu (Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya : ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku. Maka sembahlah Aku olehmu sekalian.”    (Al-Anbiya : 25)


Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan sanadnya dari Ubaidillah bin Utbah bin Mas’ud bahwa Abdullah bin Abbas telah memberitahukan kepadanya bahwa Heraklius telah memanggilnya pada waktu ia sedang memimpin khalifah dagang Quraisy di Syam, bertepatan dengan perjanjian Hudaibiyah yang baru saja diadakan antara Rasulullah SAW denga kaum musyrikin Quraisy. Ketika itu Heraklius sedang berziarah ke Al Quds. Ia mengundang beberapa tokoh untuk menghadiri pertemuan yang diadakan tokoh-tokoh romawi disana dan dihadiri juga oleh seorang penerjemah. Inilah dialog tersebut:

Heraklius  : Siapa diantara tuan-tuan yang paling dekat kekeluargaannya dengan laki-laki yang mengaku   nabi itu?
Abu sufyan : Saya orang yang paling dekat kekeluargaannya.
Heraklius  : Dekatkan dia kepadaku. Biarkan rekan-rekannya berdiri di belakangnya. (Lalu Heraklius   berkata kepada penerjemahnya) Katakan kepadanya bahwa saya ingin bertanya tentang nabi itu, dan jangan sekali-kali ia berbohong.

Abu Sufyan      : Demi Allah, kalau  tidak karena  malu dicap sebagai pembohong, tentu saya akan berbohong.
Heraklius         : Bagaimana nasabnya diantara kalian?
Abu Sufyan      : Nasabnya tergolong bangsawan.
Heraklius         : Apa ada seorang yang mengaku seperti itu sebelumnya?
Abu Sufyan      : Tidak.
Heraklius         : Apakah ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja?
Abu Sufyan      : Tidak.
Heraklius         : Pengikutnya terdiri dari kaum bangsawan atau para mustadh’afin (kaum lemah) ?
Abu Sufyan      : Terdiri dari para mustadh’afin.
Heraklius         : Apakah mereka makin bertambah atau makin berkurang?
Abu Sufyan      : Makin bertambah.
Heraklius         : Apakah ada diantara mereka yang murtad karena membenci agamanya?
Abu Sufyan     : Tidak ada.
Heraklius        : Apakah kalian pernah mencurigainya berbohong sebelum ia mengaku sebagai nabi?
Abu Sufyan     : Tidak pernah.
Heraklius        : Apakah ia pernah melakukan kecurangan?
Abu Sufyan     : Tidak pernah.
Heraklius        : Apakah kalian memeranginya ?
Abu Sufyan     : Ya, benar.
Heraklius        : Bagaimana peperangan yang kalia  lakukan kepadanya?
Abu Sufyan    : Peperangan itu silih berganti, sekali dia yang menang dan lain kali kami yang menang.
Heraklius       : Apa yang dia perintahkan kepada kalian?
Abu Sufyan  : Dia memerintahkan kepada kami supaya menyembah Allah saja, dan tidak menyukutukan Allah dengan apapun, memerintahkan kami untuk meninggalkan tradisi yang diwarisi oleh nenek moyang kami, memerintahkan kami untuk mengerjakan shalat, berlaku dan berbicara jujur, memelihara kemuliaan diri dan bersilaturahmi.
Heraklius      : (Berkata melalui penerjemahnya untuk menyimpulkan dialog yang terjadi), “Saya bertanya tentang nasab orang yang mengakui nabi itu, lalu anda mengatakan bahwa dia keturunan bangsawan. Begitulah pada umumnya para rasul Allah dilahirkan dari kalangan bangsawan. Begitulah pada umumnya para rasul Allah dilahirkan dari kalangan bangsawan. Lalu saya tanyakan, apakah ada diantara kalian yang mengaku sebagai nabi sebelumnya? Anda menjawab, tidak. Kalau ada yang mengaku demikian, mungkin dia hanya ikut-ikutan dengan orang sebelumnya. Saya bertanya pula, apakah diantara nenek moyangnya menjabat menjadi raja? Anda mengatakan, tidak. Kalau ada diantara mereka yang menjadi raja, mungkin dia menutut haknya. Saya tanyakan pula, apakah kalian pernah mencuriagainya sebagai pembohong sebelum mengaku nabi? Anda mengatakan tidak, Memang tidak mungkin kalau dia tidak berbohong kepada manusia lalu berani berbohong kepada Allah. Saya tanyakan, apakah pengikutnya terdiri dari para bangsawan atau para kaum lemah? Anda mengatakan para pengikutnya terdiri dari orang-orang yang lemah. Memang, begitulah pengikut para rasul Allah. Saya tanyakan, apakah pengikutnya makin bertambah atau makin berkurang? Anda katakan makin bertambah. Memang begitulah cara kerja keimanan, hingga sempurna. Saya juga bertanya, apakah diantara pengikutnya yang murtad dan meninggalkan agamanya? Anda berkata, tidak. Begitulah cara kerja iman apabila sudah meresap ke dalam kalbu. Saya bertanya juga, apakah ia pernah berbuat curang? Anda menjawab, tidak. Begitulah para rosul Allah. Mereka tidak ada yang bersikap curang. Saya bertanya apa yang diperintahkannya kepada kalian? Anda mengatakan bahwa dia memerintahkan kalian supaya menyembah Allah dan tidak meyekutukannya dengan apa pun, melarang menyembah berhala, menyuruh kalian shalat, berbuat dan berkata jujur, serta memelihara kehormatan diri. Kalau apa yang kamu katakan itu benar, maka dia akan menguasai kedua kakiku berpijak. Aku tahu bahwa ia akan muncul, tetapi aku tidak menduga kalau dia dari golongan kalian. Kalau aku meyakini diriku bisa sampai kepadanya, tentu aku akan segera pergi menemuinya, dan kalau aku berada di sisinya, aku akan mencuci kakinya.
Abu Sufyan dan rekan-rekannya yang menghadiri pertemuan tersebut berkata, “Aku heran dengan hal-ikhwal ibnu abi kabsyah (ungkapan penghinaan mereka kepada Rasulullah saw.). Dia ditakuti oleh Raja Banil Ashfar (bangsa kulit kuning, yakni orang barat).”
Selanjutnya Abu Sufyan berkata, “ Aku senantiasa yakin bahwa dia (Muhammad saw.) akan Berjaya sehingga Allah berkenan memasukkan saya ke dalam islam. “
Dikutip dari buku : Super Mentoring Senior
Heraklius adalah seorang panglima romawi..
semoga bermanfaat..